Pecel Pitik, Makanan Khas Banyuwangi yang Kaya Rasa dan Filosofi

shares |


Mendengar kata Banyuwangi tentu masih agak asing di telinga sebagian masyarakat Indonesia. Namun kota yang berjuluk “The Sunrise of Java” ini terkenal akan ragam festival yang diadakan tiap tahunnya. Bahkan Banyuwangi dijuluki sebagai The Best Festival City in Indonesia oleh Menteri Pariwisata Indonesia, Arief Yahya.

Dalam puluhan festival yang diadakan tiap tahunnya dengan tajuk Banyuwangi Festival tersebut terdapat beberapa festival kuliner yang tak ayal mampu memanjakan lidah para wisatawan domestik maupun mancanegara. Selain makanan yang disajikan masih kental dengan unsur lokal, kebanyakan makanan khas Banyuwangi memiliki cita rasa yang kaya. Salah satu yang paling populer adalah kuliner Pecel Pitik.

Dahulu, Pecel Pitik hanya disajikan saat ritual oleh Suku Using asli Banyuwangi ataupun hanya saat acara tertentu seperti selamatan desa. Namun seiring perkembangan zaman dan geliat pariwisata di Banyuwangi, beberapa kedai maupun restoran telah menyajikan Pecel Pitik sebagai menunya.

Selain kaya rasa, Pecel Pitik juga kaya akan keunikan dan filosofi. Dari cara memasak hingga cara menyajikan pun, terdapat beberapa keunikan dan filosofi. Yuk, simak informasinya di bawah ini.

1. Filosofi hiduplah dengan dikelilingi hal yang baik
Pecel Pitik merupakan sajian kuliner dengan bahan dasar ayam kampung yang disuwir dan dilumuri dengan parutan kelapa berbumbu kemiri, cabai rawit, terasi, daun jeruk, garam, dan gula. Dengan menggunakan paduan bumbu tersebut, tercipta rasa Pecel Pitik yang gurih, sedikit pedas, dan cita rasa khas Banyuwangi.
Pengambilan nama Pecel Pitik itu sendiri tidak serta merta karena terbuat dari bahan dasar ayam (pitik dalam Bahasa Jawa) namun Pecel Pitik berarti diucel-ucel hang perkara apik. Dalam Bahasa Indonesia, kalimat tersebut berarti dilumuri dengan berbagai perkara yang baik.

2. Mengerjakan suatu hal harus sungguh-sungguh
Dulu Pecel Pitik hanya disajikan pada saat ritual Suku Using saja sehingga pengolahannya pun benar-benar dilakukan secara sungguh-sungguh. Bahkan saat memasaknya pun, kebanyakan perempuan asli Suku Using justru lebih banyak mengucapkan doa atau bahkan diam. Hal itu dilakukan agar masakan yang akan disajikan benar-benar terjamin rasanya.

3. Pemanggangannya menggunakan tungku dan kayu
Saat merasakan kuliner Pecel Pitik, tentu akan sangat terasa daging ayam yang empuk dan lezat. Selain karena bumbu yang melumuri ayamnya, hal itu juga disebabkan oleh ayam kampung yang digunakan harus yang masih muda dan pemanggangannya menggunakan tungku dan kayu. Pemanggangan secara tradisional sudah merupakan warisan dan pada dasarnya dapat menciptakan aroma maupun rasa daging ayam yang lebih lezat dibandingkan pemanggangan dengan cara modern.

4. Menyuwir ayam tidak boleh menggunakan pisau
Dalam proses pemasakannya, ada pantangan yang harus dilaksanakan. Salah satunya yaitu dilarang menyuwir daging ayam yang sudah dipanggang menggunakan pisau, sehingga harus menggunakan tangan saja. Setelah itu, suwiran tersebut dicampur dengan bumbu Pecel Pitik yang didominasi parutan kelapa.

5. Penyajiannya juga secara tradisional
Kendati kuliner khas Banyuwangi ini sudah diangkat ke festival dan diperkenalkan ke dunia luar, namun penyajiannya masih sesuai keasliannya yaitu secara tradisional dan sederhana. Kuliner Pecel Pitik biasanya disajikan dengan nasi tumpeng dan sayuran rebus yang diletakkan di atas daun pisang.


https://www.idntimes.com/food/diet/elsa-mayang-sari/pecel-pitik-makanan-khas-banyuwangi-yang-kaya-rasa-dan-filosofi-c1c2/full

Related Posts

0 comments:

Post a Comment